Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net TITIAN ILMU
Glitter Text Generator at TextSpace.net
Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Sabtu, 30 November 2019

Kisah Sahabat Nabi: Khalid bin Walid, Si Pedang Allah

Kisah Sahabat Nabi: Khalid bin Walid, Si Pedang Allah




Khalid bin Walid adalah seorang panglima perang yang termasyhur dan ditakuti di medan tempur. Ia mendapat julukan "Pedang Allah yang Terhunus". Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang karirnya.


Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi Khalid, adalah istri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.



Awalnya Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada saat Perang Uhud, Khalid yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud, langsung menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Namun justru setelah perang itulah Khalid masuk Islam.



Ayah Khalid, Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia orang yang kaya raya. Dia menghormati Ka’bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka’bah. Pada masa ibadah haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.



Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, merekalah yang mengurus gudang senjata dan tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit. Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam di lembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.

Ketika Khalid bin Walid masuk Islam, Rasulullah sangat bahagia, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat membela panji-panji Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan Khalid diangkat menjadi panglima perang dan menunjukkan hasil kemenangan atas segala upaya jihadnya.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid bin Walid ditunjuk menjadi panglima pasukan Islam sebanyak 46.000, menghadapi tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Dia sama sekali tidak gentar menghadapinya, dia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatannya dalam peperangan yang dikenal dengan Perang Yarmuk itu.

Dalam Perang Yarmuk jumlah pasukan Islam tidak seimbang dengan pihak musuh yang berlipat-lipat. Ditambah lagi, pasukan Islam yang dipimpin Khalid tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjata lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Bukan Khalid namanya jika tidak mempunyai strategi perang, dia membagi pasukan Islam menjadi 40 kontingen dari 46.000 pasukan Islam untuk memberi kesan seolah-olah pasukan Islam terkesan lebih besar dari musuh.

Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian; depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraklius telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan.

Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.

Perang yang dipimpin Khalid lainnya adalah perang Riddah (perang melawan orang-orang murtad). Perang Riddah ini terjadi karena suku-suku bangsa Arab tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Abu Bakar di Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Rasulullah, dengan sendirinya batal setelah Rasulullah wafat.

Oleb sebab itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan. Maka Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk menjadi jenderal pasukan perang Islam untuk melawan kaum murtad tersebut, hasilnya kemenangan ada di pihak Khalid.

Masih pada pemerintahan Abu Bakar, Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hirah pada 634 M. kemudian Khalid bin Walid diperintahkan oleh Abu Bakar meninggalkan Irak untuk membantu pasukan yang dipimpin Usamah bin Zaid.

Ada kisah yang menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas.

Hal ini ditunjukkannya saat Khalifah Umar bin Khathab mencopot sementara waktu kepemimpinan Khalid bin Walid tanpa ada kesalahan apa pun. Menariknya, ia menuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan kepada penggantinya, Abu Ubaidah bin Jarrah.

Khalid tidak mempunyai obsesi dengan ketokohannya. Dia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai sebuah perjuangan dan semata-mata mengharapkan ridha Sang Maha Pencipta. Itulah yang ia katakan menanggapi pergantiannya, "Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!"

Jadi, di mana pun posisinya, selama masih bisa ikut berperang, stamina Khalid tetap prima. Itulah nilai ikhlas yang ingin dipegang seorang sahabat Rasulullah seperti Khalid bin Walid.

Khalid bin Walid pun akhirnya dipanggil oleh Sang Khaliq. Umar bin Khathab menangis. Bukan karena menyesal telah mengganti Khalid. Tapi ia sedih karena tidak sempat mengembalikan jabatan Khalid sebelum akhirnya "Si Pedang Allah" menempati posisi khusus di sisi Allah SWT.

Jumat, 29 November 2019

Peristiwa Penaklukan Kota Mekah Oleh Kaum Muslimin

Peristiwa Penaklukan Kota Mekah Oleh Kaum Muslimin






Peristiwa Fathul Makkah adalah sebuah peristiwa di mana akhirnya Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat berhasil menguasai Makkah dan menghancurkan berhala-berhala di sekitarnya. Sehingga Ka’bah kembali suci.

Peristiwa ini bermula dari perjanjian Hudaibiyah tahun 628M. Isi dari perjanjian Hudaibiyah tersebut adalah:

1. Gencatan senjata selama sepuluh tahun
2. Orang Islam dibenarkan memasuki Makkah pada tahun berikutnya, tinggal di sana selama tiga hari saja dengan hanya membawa sebilah senjata.
3. Bekerja sama dalam perkara yang membawa kepada kebaikan.
4. Orang Quraisy yang lari ke pihak Islam harus dikembalikan ke Makkah.
5. Orang Islam yang lari ke Makkah tidak dikembalikan ke Madinah.
6. Kedua belah pihak boleh membangun kerja sama dengan kabilah lain tapi tidak boleh membantu dalam hal peperangan.

Ini adalah perjanjian antara kaum muslimin dan kaum Quraisy. Perjanjian ini terjadi ketika satu rombongan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad ﷺ hendak melaksanakan haji di Baitullah. Namun, pihak Quraisy melihatnya sebagai sebuah ancaman. Jika orang-orang dari Madinah, yang notabene adalah rival dari kafir Quraisy datang ke Makkah, maka apa tanggapan orang-orang nanti?
Untuk itulah, pemuka-pemuka Quraisy dengan segala daya upaya menyusun sebuah strategi, yaitu mengikat kaum muslimin dalam suatu perjanjian agar tidak dapat leluasa mengunjungi Makkah. Dan terjadilah perjanjian Hudaibiyah.

Ketakutan kaum kafir Quraisy ini wajar muncul, sebab setelah Nabi ﷺ dan beberapa ratus sahabat hijrah dari Makkah menuju Yatsrib (Madinah), antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy hampir selalu terjadi peperangan yang tak terelakkan. Dalam pengepungan selama 20 hari oleh 10 ribu pasukan Quraisy terhadap Madinah pada tahun 627 M, Nabi Muhammad ﷺ dan 3.000 umat Islam berhasil mempertahankan Madinah.

Fathul Makkah ini terjadi Tanggal 10 Ramadan 8 H, Nabi Muhammad ﷺ beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Mekkah, dan kota Madinah diwakilkannya kepada Abu Ruhm Al-Ghifary رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Ketika sampai di Dzu Thuwa, Nabi Muhammad ﷺ membagi pasukannya, yang terdiri dari tiga bagian, masing-masing adalah:
~ Khalid bin Walid رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
memimpin pasukan untuk memasuki Mekkah dari bagian bawah,
~ Zubair bin Awwam رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
memimpin pasukan memasuki Mekkah bagian atas dari bukit Kada’, dan menegakkan bendera di Al-Hajun,
~ Abu Ubaidah bin Al Jarrah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
memimpin pasukan dari tengah-tengah lembah hingga sampai ke Mekkah.
Menurut pendapat lain, empat bagian pasukan, bagian yang keempat dipimpin oleh
~ Saa’d bin Ubaidah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
memimpin orang madinah supaya memasuki Mekkah dari arah sebelah barat.

Dari Al-Hajun Nabi Muhammad ﷺ memasuki Mesjid Al-Haram dengan dikelilingi kaum Muhajirin dan Anshar. Setelah thawaf mengelilingi Ka’bah, Nabi Muhammad ﷺ mulai menghancurkan berhala dan membersihkan Ka’bah. Dan selesailah pembebasan Mekkah.

Di hari kedua, Rasulullah ﷺ berkhutbah:
“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Tidak halal bagi orang sebelumku (berperang di dalamnya), ataupun orang sesudahku, demikian juga atas diriku, kecuali hanya sementara waktu. Tidak boleh diburu hewan-hewannya. Tidak boleh dicabut durinya. Tidak boleh menebang pepohonanya. Dan tidak boleh diambil barang temuannya, kecuali bagi mereka yang hendak mengumumkannya.”
(HR. Al-Bukhari, 4059).

Kemudian laki-laki dan wanita-wanita Mekkah membaiat Rasulullah ﷺ, berjanji menaati Beliau ﷺ. Beliau ﷺ menetap di Mekkah selama 19 hari. Mengajarkan Islam. Membimbing manusia dan menghancurkan berhala.

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد

Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad, Wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad..

Mengenal Sosok Tsuwaibah Al-Aslamiyah Ibu Menyusui Nabi SAW

Mengenal Sosok Tsuwaibah Al-Aslamiyah Ibu Menyusui Nabi SAW






Bangsa Arab memiliki tradisi ketika ada seorang anak yang baru lahir, yaitu mencarikan ibu susuan dari ka bilah lain. Hal tersebut dialami oleh Rasulullah SAW ketika baru saja lahir. Karena itu, Rasulullah disusui oleh banyak perempuan.

Dalam Sirah Nabawiyah mengatakan, tradisi tersebut bertujuan agar ibu kandung dari bayi tersebut lebih cepat melahirkan anak lainnya. Selain itu, bayi tersebut agar lebih fasih dalam berbahasa Arab.

Para perempuan yang menyusui Rasulullah tidak bisa dikesampingkan peranannya dalam perkembangan Muhammad kecil. Pasalnya, dia telah memberikan asinya sebagai kebutuhan bayi. Di samping itu, dia juga mengasuh Rasulullah ketika masih bayi.

Tsuwaibah adalah salah satu perempuan yang menyusui Rasulullah. Meski tercatat tak begitu lama dalam mengasuh Rasulullah, atas perannya, dia dihormati oleh Rasulullah. Bahkan, Tsuwaibah dianggap sebagai ibu oleh baginda Nabi SAW.

Tsuwaibah memiliki nama lengkap Tsuwaibah al-Aslamiyah. Dia merupakan budak perempuan milik paman Rasulullah, Abu Lahab.

Tsuwaibah dimerdekakan oleh tuannya ketika mendengar berita tentang kelahiran Muhammad, tepatnya beberapa hari sebelum kedatangan Halimah as-Sa'diyah.

Halimah as-Sa'diyah juga perempuan yang mencari bayi susuan. Dia berasal dari Bani Sa'ad yang datang ke Makkah untuk mencari bayi susuan lalu memutuskan mengambil Muhammad.

Sebelum kedatangan Halimah, Tsuwaibah mengasuh dan menyusui Rasulullah. Karena proses menyusui yang sebentar, tak banyak penjelasan tentang Tsuwaibah.

Dalam sejarah mengisahkan proses Nabi Muhammad diserahkan kepada Tsuwaibah. Ketika Muhammad lahir, Aminah (ibu Muhammad) menunggu untuk menyerahkannya kepada salah seorang keluarga Sa'ad yang akan menyusinya. Hal tersebut sebagaimana tradisi bangsawan Arab di Makkah. Tradisi tersebut masih berlaku dilingkungan bangsawan Makkah ketika itu.

Biasanya mereka mengirimkan anaknya ke pedalaman dan baru kembali ke kota sesudah umur delapan atau sepuluh tahun. Bani Sa'ad sudah terkenal menyusukan anak-anak. Dalam proses menunggu kedatangan perempuan dari Bani Sa'ad itu, Aminah menyerahkannya kepada Tsuwaibah.

Ia disusukan selama beberapa waktu, seperti Hamzah yang kemudian disusukannya. Dalam sumber lain disebutkan bahwa Tsuwaibah merupakan perempuan yang mengantar pesan dari Aminah kepada Abdul Muthalib mengenai kelahiran Muhammad. Ketika itu, Abdul Muthalib sedang tawaf di Ka'bah.

Rasulullah tetap menjalin silaturahim dengan Tsuwaibah meskipun telah pindah ke Madinah. Ketika penaklukan Makkah, Rasulullah pun menanyakan kabar Tsuwaibah dan putranya Masruh. Rasulullah kemudian diberi tahu bahwa keduanya telah meninggal. Selain terbatasnya catatan tentang riwayat hidup Tsuwaibah, tak ada juga yang penjelasan tentang Keislamannya.

Rasulullah tak bisa dilepaskan dari sosok Tsuwaibah yang telah merawatnya ketika kecil meski hanya beberapa saat. Dalam beberapa catatan buku disebutkan bahwa terdapat delapan perempuan yang pernah menyusui Rasulullah semasa kecil. Namun, ada juga pendapat yang menyebutkan, lebih dari delapan perempuan yang pernah menyusui Rasulullah.

Perempuan-perempuan tersebut antara lain Aminah yang tak lain adalah ibunya sendiri. Selain itu, ada Tsuwaibah, Halimah as- Sa'diyah, Khaulah binti Al-Mudzir, Ummu Aiman, dan seorang perempuan dari Bani Sa'd selain Halimah. Kemudian ada juga tiga perempuan tua yang juga ikut menyusui Rasulullah. Di antara mereka yang paling lama menyusui adalah Halimah binti Abu Dzu'aib as-Sa'diyah atau biasa dipanggil Ummu Kabsyah.

Adzan Terakhir Sahabat Bilal bin Rabah

Adzan Terakhir Sahabat Bilal bin Rabah






Semua pasti tahu, bahwa pada masa Nabi, setiap masuk waktu sholat, maka yang mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabah.

Bilal ditunjuk karena memiliki suara yang indah. Pria berkulit hitam asal Afrika itu mempunyai suara emas yang khas.

Posisinya semasa Nabi tak tergantikan oleh siapapun, kecuali saat perang saja, atau saat keluar kota bersama Nabi. Karena beliau tak pernah berpisah dengan Nabi, kemanapun Nabi pergi. Hingga Nabi menemui Allah ta’ala pada awal 11 Hijrah.

Semenjak itulah Bilal menyatakan diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Ketika Khalifah Abu Bakar Ra. memintanya untuk jadi mu’adzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata: “Biarkan aku jadi muadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Abu Bakar terus mendesaknya, dan Bilal pun bertanya: “Dahulu, ketika engkau membebaskanku dari siksaan Umayyah bin Khalaf. Apakah engkau membebaskanku karena dirimu apa karena Allah?.” Abu Bakar Ra. hanya terdiam. “Jika engkau membebaskanku karena dirimu, maka aku bersedia jadi muadzinmu. Tetapi jika engkau dulu membebaskanku karena Allah, maka biarkan aku dengan keputusanku.” Dan Abu Bakar Ra. pun tak bisa lagi mendesak Bilal Ra. untuk kembali mengumandangkan adzan.

Kesedihan sebab ditinggal wafat Nabi Saw., terus mengendap di hati Bilal Ra. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria. Lama Bilal Ra. tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi Saw. hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: “Ya Bilal, wa maa hadzal  jafa’? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?.” Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah pada Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.

Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Nabi Saw., pada sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucunda Nabi Saw., Hasan dan Husein. Sembari mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi Saw. itu. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal Ra.: “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami.” Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Nabi Saw. Masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz “Allahu Akbar” dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata “Asyhadu an laa ilaha illallah”, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat bilal mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi. Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya. Lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai.

Hari itu, madinah mengenang masa saat masih ada Nabi Saw. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Saw. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama sekaligus adzan terakhirnya Bilal Ra. semenjak Nabi Saw. wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan. Sebab kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang karenanya dirinya derajatnya terangkat begitu tinggi.

Semoga kita dapat merasakan nikmatnya Rindu dan Cinta seperti yang Allah karuniakan kepada Sahabat Bilal bin Rabah Ra. Aamiin

*kisah ini diambil dari berbagai sumber

Kisah Pendeta Buhaira dan Tanda - Tanda Kenabian Muhammad SAW

Kisah Pendeta Buhaira dan Tanda - Tanda Kenabian Muhammad SAW




Buhaira (Arabبحير, Buheira, Bahira) adalah seorang mantan Yahudi yang menjadi rahib Kristen Nestorian yang melihat tanda-tanda kenabian Muhammad. Ia tinggal di kota Bushra, Selatan Syam (sekarang Syria).

Setelah melakukan perjalanan yang teramat jauh untuk berdagang, suatu hari mereka sampai di sebuah tempat pertapaan di Bushra, antara Syam dan Hijaz. Disana mereka bertemu dengan seorang pendeta/pemuka agama bernama Buhaira. Ketika melihat Muhammad kecil selalu dipayungi oleh awan, Buhaira segera memperhatikan dengan saksama dan menghampirinya, lalu diperiksa sekujur tubuh Muhammad untuk melihat tanda-tanda kenabian yang diterangkan dalam kitab-kitab suci terdahulu.

Ia menemukan tanda kenabian itu di punggung Muhammad, di antara kedua pundaknya, lalu ia mencium tanda itu.

Kemudian Buhaira berpesan kepada Abu Thalib agar ia berhati-hati terhadap rencana jahat orang Yahudi. Allah telah mentakdirkan nabi terakhir berasal dari bangsa Arab dan nabi itu adalah Muhammad. Sementara orang-orang Yahudi menginginkan agar status kenabian itu selamanya milik bani Israel. Itulah sebabnya mereka akan selalu berusaha untuk membunuh Muhammad jika mereka mendapat kesempatan.

Ramalan Buhaira itu kemudian terbukti benar, Muhammad memperoleh wahyu pada usia empat puluh tahun. Malaikat Jibril mendatangi dan memberitahunya bahwa Allah mengutusnya sebagai nabi yang menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada umat manusia. Muhammad kemudian menyeru manusia untuk menyembah Allah Yang Maha Esa.

Kisah Tragis Sahabat Nabi Tsa'labah

Kisah Tragis Sahabat Nabi Tsa'labah





Tsa’labah adalah salah satu sahabat di zaman Rasulullah SAW. Sahabat itu adalah seorang yang terkenal rajin sholat berjamaah bersama Rasul dan para sahabat lainnya.


Namun entah kenapa setelah sholat jamaah dengan cepat Tsa’labah akan segera pamit untuk kembali ke rumah. Kebiasaannya itu pun menjadi tanda tanya bagi para sabahat juga Rasul sendiri.

Lalu pada suatu hari setelah jamaah Rasulullah yang melihat Ts’labah buru-buru untuk pulang segera memanggilnya. Tsa’labah pun menghadap Rasulullah. Di sana Rasulullah bertanya pada Tsa’labah.

“Wahai, Tsa’labah kenapa kamu selalu terburu-buru ketika selesai jamaah?”


Dengan takzim Tsa’labah pun menjawab pertanyaan Rasulullah, “Sesunggunya saat ini di rumah ada seorang yang menungguku ya Rasul. Dia menunggu untuk bergantian memakai baju untuk melaksanakan salat.”

“Saya hanya memiliki sehelai kain untuk dipakai secara bergantian. Ketika saya sholat, maka istri saya akan bersembunyi hingga saya datang untuk kembali”, Tsa’labah menjelaskan dengan sebenar-benarnya.

Rasulullah sangat terkesan dengan Tsa’labah lalu mengizinkannya untuk segera pulang.

Selang beberapa hari kemudian Tsa’labah meminta tolong kepada Rasulullah untuk mendoakan dia agar bisa merubah nasib sedikit saja, agar memiliki harta benda. Tsa’labah merasa sangat lelah selama ini menjadi orang yang miskin dan hidup menderita.


“Wahai Tsa’labah bersyukurlah dengan apa yang kau miliki saat ini,” nasihat Rasulullah. Beliau takut ketika Tsa’labah memiliki harta benda akan menjadi lupa pada agamanya.

Tsa’labah pun pamit undur diri, meski sesungguhnya dia belum puas. Dia ingin memperbaiki hidupnya.


Keesokan harinya dia kembali datang dan meminta tolong Rasulullah untuk tetap mendoakannya. Dia berjanji setelah akan menjaga apa yang nanti dia dapatkan dan menggunakannya untuk jalan kebaikan.

Rasulullah pun akhirnya mendoakan Tsa’labah agar memiliki harta dan bisa hidup dalam kemewahan. Dia nampak begitu senang lalu kembali pulang untuk memberi tahu istrinya dengan membawa dua ekor kambing pemberian Rasulullah.


Sejak saat itu Tsa’labah rajin merawat dua ekor kambingnya. Menernaknya sehingga memiliki banyak anak hingga bertambahlah kambingnya.


Kini, dia pun sudah hidup berkecukupan. Namun, sejak dia sibuk mengurusi ternak kambingnya dia jadi jarang sholat berjamaah. Bahkan dia sering mengakhirkan sholat. Dia terlalu sibuk dengan kambing daripada harus bertemu dengan pencipta Alam Semesta.

Jarangnya Tsa’labah yang tak lagi pernah muncul pun membuat Rasul bertanya-tanya. Ada apa gerangan dengan Tsa’labah?

Lalu Rasulullah pun mengutus sahabat untuk ketempat Tsa’laba bertepatan dengan perintah zakat untuk kaum yang mampu.

Tsa’labah yang saat ini sudah menjadi saudagar kaya diharapkan mau menzakatkan harta dari ternak kambingnya.

Namun siapa sangka dengan gaya seperti orang bodoh dia berpura-pura tak mengerti tentang zakat atau pajak yang diajukan sahabat. Dia menolak berzakat.

Sahabat yang ditugaskan pun kembali dan langsung meghadap Rasulullah. Sahabat itu menceritakan semua perilaku Tsa’labah.

“Celakalah, engkau wahai Tsa’labah.” Itulah kalimat yang Rasulullah katakan. Beliau marah dan kecewa pada Tsa’labah yang katanya akan tetap berjuang dalam agama islam sesuai janjinya.

Tapi nyatanya dia terlena dan berani menolak perintahnya.

Setelah kejadian menolak perintah zakat dari Rasulullah, Tsa’labah merasa resah. Dia merasa bersalah karena telah mengingkari janjinya.


Lalu dia memutuskan untuk menuju ke kediaman Rasulullah. Dia ingin meminta maaf sekaligus memberikan zakat dari ternak kambingnya.

Namun, Rasulullah langsung menjawab: “Allah telah melarangku menerima zakatmu.”


Betapa sedihnya Tsa’labah. Sifat kikir dan lalai telah membuatnya sengsara. Dia tidak menyerah ketika Nabi Muhammad SAW wafat dia bermaksud memberikan zakat pada Abu Bakar yang saat itu menjadi Khalifah. Tapi Abu Bakar juga tidak berani menerima sampai pada kepemimpinan Usman bin Affan juga tidak berani menerima.

Akhirnya sampai mati Tsa’labah tidak bisa menzakatkan hartanya. Dia telah dilaknat Allah dan Rasululllah sejak berani menolak perintah zakat.

Itu adalah balasan bagi seorang yang telah lalai pada agama dan janji yang dibuatnya sendiri juga akibat dari kikir serta tamak yang dimiliki.

Islamnya ''Umar bin Khattab'' Sang Pilar Kekuatan Islam

Islamnya ''Umar bin Khattab'' Sang Pilar Kekuatan Islam





Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581- November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga khalifah kedua Islam (634-644). Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW.

Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan. Umar dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Nasab Umar bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya Ka’ab. Antara beliau dengan Rasulullah selisih 8 kakek.

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin. Ia bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya dan melakukan perbuatan-perbuatan jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Umar masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.

Dikisahkan, suatu malam Umar datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan salat Rasulullah SAW. Waktu itu Rasulullah membaca surat Al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri. “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.”

Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Alquran bukan syair). Lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.” Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Alquran bukanlah perkataan dukun) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.” Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah SAW. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?”
Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.”

Lelaki tadi berkata, “Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah kalau kamu membunuh Muhammad?” Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.” Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesungguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.”

Kemudian dia bergegas mendatangi saudara perempuannya yang sedang belajar Alqur’an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.”

Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.” Saudaranya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?” Mendengar ungkapan itu Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudara perempuannya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya. Ketika melihat wajah saudarinya berdarah, Umar menjadi iba kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat.

Umar bin Khattab berkata, “Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.” Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!” Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.

Ketika Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, “Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.”

Waktu itu, Rasulullah SAW sedang berada di rumahnya.” Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, “Ada apa kalian?”

Mereka menjawab, “Umar datang!” Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya.” Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.” Dan dalam riwayat lain, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.”

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.”

Inilah kisah Umar Bin Khattab yang mendapat hidayah berkat doa Rasulullah SAW. Doa itu dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal dunia sebagai Abu Jahal.

Kisah Seorang Pemuda Tampan Memilih Jihad di Jalan Allah Daripada Menikah

Kisah Seorang Pemuda Tampan Memilih Jihad di Jalan Allah Daripada Menikah





Pada zaman Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa aali wasallam, hiduplah seorang pemuda yang bernama Zahid, yang berumur 35 tahun, namun belum juga menikah. Dia tinggal di Suffah (teras) masjid Madinah.

Ketika sedang mengasah pedangnya, tiba-tiba Rasulullah Saw datang dan mengucapkan salam. Zahid kaget dan menjawabnya agak gugup.
“Wahai saudaraku Zahid…selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah Saw menyapa.
“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid, sambil tertunduk tak kuasa melihat kharismatik wajah Beliau.
“Maksudku kenapa engkau selama ini membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah…,?” Tanya Rasulullah Saw.

Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku tak tampan, siapa yang mau dengan diriku ya Rasulullah?”
”Asal engkau mau, itu urusan yang mudah.” Kata Rasulullah Saw sambil tersenyum.

Kemudian Rasulullah Saw memerintahkan Sahabatnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita.
Setelah surat itu selesai ditulis, maka Rasulullah memberikan surat tersebut kepada Zahid dan memerintahkan agar segera mendatangi rumah Said dan menyerahkan surat lamaran tersebut kepadanya.

Disebabkan di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah Said.
“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasulullah yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”
Said menjawab, “Wah, ini adalah suatu kehormatan buatku.”

Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya.
Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong...”

Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah, kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini… bukankah lebih baik di persilahkan masuk?”
“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.
Di saat Zulfah melihat Zahid, sambil menangis ia berkata,
“Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau dengan dia ayah..!”

Zulfah merasa dirinya terhina.

Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau…bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”
Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasulullah?”
Akhirnya Said berkata, “Lamaran kepada dirimu ini adalah perintah Rasulullah.”
Zulfah kaget kemudian beristighfar beberapa kali,
أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...أَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ...


Ia menyesal atas kelancangan perbuatannya itu. Seketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa tidak sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dinikahkan dengan pemuda ini.
Karena aku ingat firman Allah dalam Al-Qur’an surah An Nur:


إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (النور ٥١)

“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diminta Allah dan Rasul-Nya agar Rasul yang mengadili (mengambil keputusan ) diantara mereka, ucapan yang muncul hanyalah : Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(QS. An Nur 24:Ayat 51)”


Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang-layang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada taranya, dan segera melangkah pulang.
Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasulullah yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.
“Bagaimana Zahid?”
“Alhamdulillah lamarannya diterima ya Rasulallah,” jawab Zahid.
“Apakah sudah ada persiapan?”

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasulallah, aku tidak memiliki apa-apa.”
Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke beberapa sahahbat untuk membantunya mendapatkan uang untuk menikah.
Setelah mendapatkan uang yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli perlengkapan perkawinan.

Tak lama kemudian setibanya di pasar, bersamaan itu pula ada pengumuman Jihad untuk perang melawan orang kafir yang mau menyerang masyarakat muslim Madinah.
Zahid Mulai bingung untuk menentukan sikap, menikah atau berjuang demi Agama Allah.
Akhirnya dia mencoba kembali lagi ke masjid. Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”
Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, apakah engkau tidak mengetahui?”

Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah jika begitu uang untuk menikah ini akan aku belikan baju besi dan kuda yg terbaik, aku lebih memilih jihad bersama Rasulullah dan menunda pernikahan ini."
Para sahabat menasihatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau malah hendak berperang?”

Zahid menjawab dengan tegas, “Hatiku sudah mantap untuk bersama Al Musthafa Rasulullah pergi berjihad.”
Lalu Zahid membacakan ayat AlQur'an di hadapan sahabat Nabi:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (التوبة ٢٤)

“Katakanlah, Jika bapak -bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu kuatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai , itu semua lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dengan) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah, 9:24).


Akhirnya Zahid maju ke medan pertempuran. Dengan hebatnya beliau bertempur, banyak dari kaum kafirin tewas di tangannya dan pada akhirnya beliau mendapatkan syahid. Gugur demi membela agama Allah dan Rasulullah. . .
Peperangan telah usai, kemenangan direbut oleh Rasul dan pasukannya.
Senja yang penuh dengan keberkahan ketika Rasullullah memeriksa satu persatu yang telah gugur di jalan Allah, sebagai Syuhada Allahu azza wajalla.

Nampak dari kejauhan sosok pemuda yg bersimbah darah dengan luka bekas sasatan pedang.
Rasulullah menghampiri jasad pemuda itu sambil meletakkan kepalanya di pangkuan manusia agung ini. Habiballah memeluknya sambil menangis tersedu-sedu, "Bukankah engkau ya Zahid yg hendak menikah malam ini ??" Tapi engkau memilih keridhaan Allah, berjihad bersamaku."

Tak lama kemudian Rasulullah tersenyum sembari memalingkan muka ke sebelah kiri karena malu.
Disebabkan karena ternyata sesosok bidadari cantik dari Surga menjemput Ruh mulia pemuda ini, dan tak sengaja gaunnya tersingkap hingga betisnya yang indah terlihat.
Ini yang membuat Rasulullah malu.


Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah.”
Lalu Rasulullah membacakan Al-Qur’an;

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ * فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (آل عمران ١٦٩ - ١٧٠)

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sejatinya mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam keadaan bahagia disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
(QS. Ali Imran, 3:169-170.)


Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata, dan Zulfah pun berkata,
“Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak dapat mendampinginya di dunia, maka izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”.......

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آله وصحبه أجمعين

Rabu, 27 November 2019

Khadijah Istri Terkasih Rasul

Khadijah Istri Terkasih Rasul





DUA PERTIGA (2/3) wilayah Makkah adalah milik Siti Khadijah binti khuwailid, istri pertama Rasulullah SAW. Ia wanita bangsawan yang menyandang kemuliaan dan kelimpahan harta kekayaan. Namun ketika wafat, tak selembar kafan pun dia miliki. Bahkan baju yang dikenakannya di saat menjelang ajal adalah pakaian kumuh dengan 83 tambalan.
“Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba,” bisik Khadijah kepada Fatimah sesaat menjelang ajal. “Yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa digunakan menerima wahyu untuk dijadikan kain kafanku. Aku malu dan takut memintanya sendiri”.
Mendengar itu Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga”.
Siti Khadijah, Ummul Mu’minin (ibu kaum mukmin), pun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Rasulullah. Didekapnya sang istri itu dengan perasaan pilu yang teramat sangat. Tumpahlah air mata mulia Rasulullah dan semua orang yang ada di situ.
Dalam suasana seperti itu, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan.
Rasulullah menjawab salam Jibril, kemudian bertanya, “Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?”
“Kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan,” jawab Jibril yang tiba-tiba berhenti berkata, kemudian menangis.
Rasulullah bertanya, “Kenapa, ya Jibril?”
“Cucumu yang satu, Husain, tidak memiliki kafan. Dia akan dibantai, tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan,” jawab Jibril.
Rasulullah berkata di dekat jasad Khadijah, “Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, aku tak kan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Mahamengetahui semua amalanmu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban!?”
Tersedu Rasulullah mengenang istrinya semasa hidup.
Khadijah
Dikisahkan, suatu hari, ketika Rasulullah pulang dari berdakwah, beliau masuk ke dalam rumah. Khadijah menyambut, dan hendak berdiri di depan pintu, kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Khadijah, tetaplah kamu di tempatmu”.
Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya, sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah r.a.
Kemudian Rasulullah mengambil Fatimah dari gendongan istrinya, dan diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah sepulang berdakwah dan menghadapi segala caci-maki serta fitnah manusia itu, lalu berbaring di pangkuan Khadijah hingga tertidur.
Ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah hingga membuat beliau terjaga.
“Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku?” tanya Rasulullah dengan lembut.
Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal, wahai Khadijah, bersuamikan aku, ?" lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istrinya menangis.
“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah. Bukan itu yang kutangiskan," jawab Khadijah.
"Dahulu aku memiliki kemuliaan, Kemuliaan itu telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku adalah bangsawan, Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan, Seluruh kekayaan itupun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya”.

"Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai namun engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburku, ambillah tulang-belulangku, jadikanlah sebagai jembatan bagimu untuk menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu”.
"Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah, Ingatkan mereka kepada yang hak, Ajak mereka kepada Islam, wahai Rasulullah”.
Rasulullah pun tampak sedih. “Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?”
“Aku, ya Rasulullah!” sahut Ali bin Abi Thalib. jawab, menantu Rasullulah...

Di samping jasad Siti Khadijah, Rasulullah kemudian berdoa kepada Allah.
“Ya Allah, ya ILahi Rabbiy, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan Islam, Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku, Menyenangkanku pada saat orang lain menyusahkanku, Menenteramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah”.
Semoga bermanfaat

Najis Itu Adalah Dirimu

Najis Itu Adalah Dirimu





Siapa Yang Tidak Kenal Abu Yazid Al-Busthami, Beliau Adalah seorang Syekh Atau Pemimpin Kaum Sufi. Namun Siapa Sangka Beliau Pernah Mendapat Ilmu Yang Sangat Berharga Dari Seekor Anjing Di Tepi Jalan.
Seperti Biasa, Abu Yazid Al-Busthami Suka Berjalan Sendiri Di Malam hari. Lalu Dia Melihat Seekor Anjing Berjalan Terus Ke Arahnya, Anjing itu Dengan Bersahaja berjalan Dan Tidak Menghiraukan Sang Syeikh. Namun Ketika Sudah Hampir Dekat, Al-Busthami Mengangkat Jubahnya Kuwatir Tersentuh Sang Anjing Yang Katanya Najis itu.
Spontan Anjing itu Pun Berhenti dan Terus Memandangnya. Entah Bagaimana Abu Yazid Seperti Mendengar seakan Anjing Itu Berkata Padanya;
"Hai syekh... Tubuhku Kering Dan Tidak Akan Menyebabkan Najis Padamu. Kalau Pun Engkau itu Merasa Terkena Najis, Engkau Tinggal Basuh 7 Kali Dengan Air Dan Tanah, Maka Najis Itu Akan Hilang. Namun Jika Engkau Mengangkat Jubahmu Karena Menganggap Dirimu Yang Berbaju Dan Berbadan Manusia Itu Merasa Lebih Mulia, dan Menganggap Diriku Yang Berbadan Anjing ini Najis Dan Hina, Maka Najis Yang Menempel di Hatimu itu Tidak Akan bisa Bersih Walaupun Engkau Membasuhnya Dengan 7 Samudera Lautan".
Abu Yazid Tersentak Dan Minta Maaf pada Sang Anjing. Sebagai Tanda Permohonan Maafnya Yang Ikhlas, Dia Pun Lantas Mengajak sang anjing itu untuk bersahabat dan berjalan bersama. Tapi si anjing itu menolaknya. Dan seraya berkata :
"Engkau tidak patut berjalan denganku, kerana mereka yang memuliakanmu akan mencemohmu dan melempari aku dengan batu. Aku tidak tahu mengapa mereka menganggapku begitu hina, padahal aku berserah diri pada sang Pencipta atas wujudku yg seperti ini. Lihatlah..... !! aku juga tidak menyimpan dan membawa sebuah tulangpun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung Gandum", Lalu Anjing itu Pun Berjalan Meninggalkan Abu Yazid Yang Masih Terpinga-pinga.
Abu Yazid masih terdiam, dalam hatinya mengasuh : "Duhai Allah, Untuk Berjalan Dengan Seekor Anjing Ciptaan-MU Saja Aku Tidak Layak, Bagaimana Aku Merasa Layak Berjalan Bersama Dengan-MU, Ampunilah Aku Dan Sucinya Hatiku Dari pada Najis hatiku ini."
Sejak Peristiwa itu, Syeikh Abu Yazid Pun Sentiasa Memuliakan dan Mengasihi Semua Mahluk Tuhan Tanpa Syarat.
"Janganlah Menganggap Dirimu Lebih Suci Daripada Yang Lain, Sesungguhnya Tuhanmu Lebih Mengetahui Siapa Yang Paling Suci Di Antara Hamba-hamba-Nya" (Surah an-Najm).




Kisah Malaikat Penjaga Tujuh Pintu Langit

Kisah Malaikat Penjaga Tujuh Pintu Langit





 Allah SWT menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan Langit dan Bumi. Disetiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu.
Ibnu Mubarok mengatakan bahwa Khalid bin Ma’dan berkata kepada sahabat Mu’adz bin Jabal r.a. “Ceritakanlah satu hadits yang kau dengar dari Rosululloh saw, yang kau menghafalnya dan setiap hari kau mengingatnya lantaran saking keras, halus, dan dalamnya makna hadits tersebut. Hadits manakah yang menurut pendapatmu paling penting?”
Mu’adz menjawab, “Baiklah, akan kuceritakan.”
Sesaat kemudian, ia pun menangis hingga lama sekali, lalu ia bertutur, “hmm, sungguh rindunya hati ini kepada Rosululloh saw, ingin rasanya segera bertemu dengan beliau.”
Ia melanjutkan, “Suatu saat aku menghadap Rosululloh saw, Beliau menunggangi seekor unta dan menyuruhku naik dibelakangnya dengan unta tersebut. Kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, dan berkata,
“Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Berkehendak kepada makhluk-Nya menurut kehendak-Nya.” Kemudian Rosululloh saw berkata,
“Sekarang aku akan mengisahkan satu cerita kepadamu yang apabila engkau hafalkan (perhatikan), akan berguna bagimu, tapi kalau engkau sepelekan, engkau tidak akan mempunyai hujjah kelak dihadapan Allah.”



———-**********AMAL YANG TERTOLAK**********———-
KISAH Malaikat Penjaga Tujuh Pintu Langit
“Hai Mu’adz! Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dan bumi. Pada setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu, dan tiap-tiap pintu langit itu dijaga oleh malaikat penjaga pintu sesuai kadar pintu dan keagungannya.”
“Maka, Malaikat hafazhoh (malaikat yang memelihara dan mencatat amal seseorang) naik ke langit dengan membawa amal seseorang yang cahayanya bersinar-sinar bagaikan cahaya matahari. Ia, yang menganggap amal orang tersebut banyak, memuji amal-amal orang itu.”
“Tapi, sampai di pintu langit pertama, berkata malaikat penjaga pintu langit itu kepada malaikat hafazhoh, ‘Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga tukang pengumpat, aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk tukang mengumpat orang lain. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya’.”
“Keesokan harinya ada lagi malaikat hafazhoh yang naik ke langit dengan membawa amal shalih seorang lainnya yang cahayanya berkilauan. Ia juga memujinya lantaran begitu banyaknya amal tersebut. Namun malaikat di langit kedua mengatakan, ‘berhentilah, dan tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, sebab dengan amalnya itu dia mengharap keduniaan. Allah memerintahkanku untuk menahan amal seperti ini, jangan sampai lewat hingga hari berikutnya’. Maka seluruh malaikat pun melaknat orang tersebut sampai sore hari”
“Kemudian ada lagi malaikat hafazhoh yang naik ke langit dengan membawa amal hamba Allah yang sangat memuaskan, dipenuhi amal sedekah, puasa, dan bermacam-macam kebaikan yang oleh malaikat hafazhoh dianggap demikian banyak dan terpuji. Namun saat sampai langit ketiga malaikat penjaga berkata, ‘Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku malaikat penjaga orang yang sombong. Allah memerintahkanku untuk tidak menerima orang sombong masuk. Jangan sampai amal ini melewatiku untuk mencapai langit berikutnya. Salahnya sendiri ia menyombongkan dirinya di tengah-tengah orang lain’.”
“Kemudian ada lagi malaikat hafazhoh yang naik ke langit keempat, membawa amal seseorang yang bersinar bagaikan bintang yang paling besar, suaranya bergemuruh, penuh dengan tasbih, puasa, sholat, naik haji, dan umroh. Tapi, ketika sampai di langit keempat, malaikat penjaga pintu langit keempat mengatakan kepada malaikat hafazhoh, ‘berhentilah jangan dilanjutkan. Tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, aku ini penjaga orang-orang yang suka ujub (membanggakan diri). Aku diperintahkan untuk tidak menerima masuk amal tukang ujub. Jangan sampai amal itu melewatiku untuk mencapai langit yang berikutnya, sebab ia kalau beramal selalu ujub’.”
“Kemudian naik lagi malaikat hafazhoh ke langit kelima, membawa amal hamba yang diarak bagaikan pengantin wanita diiring kepada suaminya, amal yang begitu bagus, seperti amal jihad, ibadah haji, ibadah umroh. Cahaya amal itu bagaikan matahari. Namun, begitu sampai di langit kelima, berkata malaikat penjaga pintu langit kelima, ‘Aku ini penjaga sifat hasud (dengki, iri hati). Pemilik amal ini, yang amalnya sedemikian bagus, suka hasud kepada orang lain atas kenikmatan yang Allah berikan kepadanya, Sungguh ia benci kepada apa yang diridhoi Alla SWT. Saya diperintahkan agar tidak membiarkan amal orang seperti ini untuk melewati pintuku menuju pintu selanjutnya’.”
“Kemudian ada lagi malaikat hafazhoh naik dengan membawa amal lain berupa wudhu yang sempurna, sholat yang banyak, puasa, haji, dan umroh. Tapi saat ia sampai di langit keenam, malaikat penjaga pintu ini mengatakan, ‘Aku ini malaikat penjaga rahmat. Amal yang seolah-olah bagus ini, tamparkanlah ke wajah pemiliknya. Salah sendiri ia tidak pernah mengasihi orang. Apabila ada orang lain yang mendapat musibah, ia merasa senang. Aku diperintahkan agar amal seperti ini tidak melewatiku hingga dapat sampai pada pintu berikutnya’.”
“Kemudian ada lagi malaikat hafazhoh naik ke langit ketujuh dengan membawa amal seorang hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, sholat, jihad dan kewaroan (kehati-hatian). Suaranya pun bergemuruh bagaikan geledek. Cahayanya bagaikan malaikat. Namun tatkala sampai di langit ketujuh, malaikat penjaga langit ke tujuh mengatakan, ‘Aku ini penjaga sum’ah (ingin terkenal/ riya). Sesungguhnya orang ini ingin dikenal dalam kumpulan-kumpulan, selalu ingin terlihat lebih unggul disaat berkumpul, dan ingin mendapatkan pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkanku agar amalnya itu tidak sampai melewatiku. Setiap amal yang tidak bersih, itulah yang disebut Riya. Allah tak akan menerima amal orang-orang yang riya’.”
“Kemudian ada lagi malaikat hafazhoh naik membawa amal seorang hamba : sholat, zakat, puasa, haji, umroh, akhlak yang baik, pendiam, tidak banyak bicara, dzikir kepada Allah. Amalnya itu diiringi para malaikat hingga langit ketujuh, bahkan sampai menerobos memasuki hijab-hijab dan sampailah kehadirat Allah SWT.
Namun Allah SWT berfirman, ‘Kalian adalah hafazhoh, pencatat amal-amal hamba-Ku. Sedangkan Akulah yang mengintip hatinya. Amal ini tidak karena-Ku, yang dimaksud oleh si pemilik amal ini bukanlah Aku. Amal ini tidak di ikhlaskan demi Aku. Aku lebih mengetahui dari kalian apa yang dimaksud olehnya dengan amalan itu. Aku laknat dia, karena menipu orang lain, dan juga menipu kalian (para malaikat hafazhoh), tapi Aku takkan tertipu olehnya’.”
‘Aku ini paling tahu akan hal-hal yang ghaib. Aku-lah yang melihat isi hatinya, dan tidak akan samar kepada-Ku setiap apapun yang samar, tidak akan tersembunyi bagi-Ku setiap apapun yang tersembunyi.
Pengetahuan-Ku atas apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku akan apa yang akan terjadi.
Pengetahuan-Ku atas apa yang telah lewat sama dengan pengetahuan-Ku atas apa yang akan datang.
Pengetahuan-Ku kepada orang-orang terdahulu sebagaimana pengetahuan-Ku kepada orang-orang kemudian.
Aku lebih tahu atas apapun yang tersamar daripada rahasia. Bagaimana bisa amal hamba-Ku menipu-Ku. Dia bisa menipu makhluk-makhluk yang tidak tahu, sedangkan Aku ini Yang Mengetahui hal-hal yang ghaib. Laknat-Ku tetap kepadanya.’
“Tujuh malaikat hafazhoh yang ada saat itu dan 3000 malaikat lain yang mengiringi menimpali, ‘Wahai Tuhan kami, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami kepadanya.’ Maka, semua yang ada di langit pun mengatakan,’Tetapkanlah laknat Allah dan laknat mereka yang melaknat kepadanya’.”
TAHANLAH MULUTMU
Mu’adz pun kemudian menangis terisak-isak dan berkata, “Ya Rosululloh, bagaimana bisa aku selamat dari apa yang baru engkau ceritakan itu?”
Rosululloh Muhammad saw menjawab,
“Wahai Mu’adz ikutilah Nabimu dalam hal keyakinan!”
Mu’adz berkata lagi, “Wahai Tuan, engkau adalah Rosululloh, sedangkan aku ini hanyalah Mu’adz bin Jabal, bagaimana aku dapat selamat dan terlepas dari bahaya tersebut?”
Rosululloh Muhammad saw bersabda,
“Seandainya dalam amalmu ada kelengahan, tahanlah mulutmu, jangan sampai menjelek-jelekan orang lain, dan juga saudara-saudaramu sesama ulama. Apabila engkau hendak menjelek-jelekan orang lain, ingatlah pada dirimu sendiri, sebagaimana engkau tahu dirimu pun penuh aib. Jangan membersihkan dirimu dengan menjelek-jelekan orang lain. Jangan mengangkat dirimu sendiri dengan menekan orang lain.”
“Jangan Riya dengan amalmu agar diketahui orang. Janganlah termasuk golongan orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik-bisik dengan seseorang padahal disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik.”
“Jangan takabur kepada orang lain, nanti akan luput bagimu kebaikan dunia dan akhirat. Jangan berkata kasar dalam suatu majelis dengan maksud supaya orang-orang takut keburukan akhlaqmu itu.”
“Jangan mengungkit-ungkit apabila berbuat kebaikan.”
“Jangan merobek-robek (pribadi) orang lain dengan mulutmu, kelak kamu akan dirobek-robek oleh anjing-anjing neraka jahannam, sebagaimana firman Allah ‘Wannaa syithoo-ti nasy-thoo.’ (di neraka itu ada anjing-anjing perobek badan-badan manusia, yang mengoyak-ngoyak daging dari tulangnya).”
Aku (Mu’adz) berkata: “Ya Rosululloh, siapa yang akan kuat menanggung penderitaan semacam ini?”
Jawab Rosululloh Muhammad saw,
“Wahai Mu’adz, yang kuceritakan tadi itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah SWT. Cukup untuk mendapatkan semua itu, engkau menyayangi orang lain sebagaimana engkau menyayangi dirimu sendiri, dan membenci sesuatu terjadi kepada orang lain apa-apa yang engkau benci bila sesuatu itu terjadi kepadamu.”
“Apabila seperti itu, engkau akan selamat, terhindar dari penderitaan itu.”
Khalid bin Ma’dan (yang meriwayatkan hadits itu dari Mu’adz r.a.) mengatakan,
“Mu’adz sering membaca hadits ini sebagaimana seringnya ia membaca Al Qur-an, mempelajari hadits ini sebagaimana ia mempelajari Al Qur-an dalam mejelisnya.”
Semoga Bermanfaat. Wassalam.

Recent Comment

Statistic Blog

Anda Pengunjung Ke

Total Tayangan Halaman

Al Qur'an

Semoga Bermanfaat Bagi Pembaca
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.